Jumat, Maret 29, 2024

Antara Ade Armando, Religius, dan Brutalitas

Opini, Jabarupdate: Senin (11/4/2022) dunia maya dihebohkan dengan perilaku brutal dari sekelompok orang yang tampak religius.

Korban dari tindakan brutal tersebut adalah salah satu dosen Universitas Indonesia (UI) yang juga merupakan seorang pegiat media sosial yang dikenal nasionalis, anti-radikalisme dan terrorisme, Ade Armando.

Tampaknya, kritikannya terhadap kelompok radikalis berjubah agamis di dunia maya tak lagi bisa ditolerir.

Alhasil di dunia nyata, dalam sebuah aksi unjuk rasa, “okum-oknum” berkedok agama ini menyusup diantara mahasiswa dan beramai-ramai menghujani Ade Armando dengan tinju, seolah-olah menyampaikan pesan tersirat bahwa ketika mereka tak mampu lagi beradu logika, maka kekerasanlah opsi selanjutnya.

Selain tak lagi mampu menggunakan akal sehatnya, pengeroyok itu benar-benar beringas, mereka melucuti celana korban sekaligus meneriakkan kalimat-kalimat suci.

Apakah militansi beragama harus dilakukan tanpa nurani?

Jika kita bedah melalui ilmu logika, ada kontradiktif di sini, di mana pada faktanya religius dan brutalitas berada dalam dua konsep yang berlawanan.

Brutalitas adalah kekejaman, kasar, sekaligus kebengisan. Sementara, kelembutan, penuh cinta, sekaligus kesantunan adalah pokok dari religiusitas.

Maka dari itu, brutalitas adalah diantara dari sekian banyak contoh bagi orang-orang yang non religius. Setiap yang brutal, pasti tidak religius. Setiap yang religius, pasti tidak brutal.

Namun akhir-akhir ini, brutalitas seringkali dibungkus dengan religiusitas. Kerapkali, religiusitas disalahtafsirkan sebagai bagian dari brutalitas.

Hal ini dapat kita lihat melalui kacamata orang-orang yang overdosis agama, namun krisis pemahaman akan ilmu agama.

Berdiri di barisan terdepan, berapi-api, siap menjagal siapa saja yang berlawanan dengan kelompok-kelompok yang mereka anggap benar.

Kejadian ini pun mendapat perhatian dari beberapa tokoh muslim, salah satunya adalah Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam.

Seperti yang dilansir dari news.detik.com, Asrorun tidak setuju dengan tindakan tersebut, beliau mengatakan bahwa tindakan menegakan kebenaran (amar ma’ruf) harus dilakukan dengan cara yang benar dan tidak mencelakai orang.

Memang benar bahwa militansi agama adalah salah satu bagian penting dalam keseriusan beragama.

Militansi dimanifestasikan dengan keteguhan, keberanian dan kesiapan untuk hidup dan mati dalam misi agama. Karena bagaimanapun juga, tanpa militansi para pengikutnya, maka setiap agama dipastikan akan mengalami kematian eksistensi, tenggelam oleh zaman, tak akan tertulis dalam buku-buku sejarah.

Namun, militansi agama perlu dididik sekaligus diarahkan menuju jalan kemanusiaan yang berpijak pada rasionalitas. Ini adalah hal yang penting dan mendesak, agar militansi agama tidak digiring oleh para politikus untuk kepentingan harta dan tahta kekuasaan, agar mayoritas umat beragama di akar rumput tidak terjerembab dalam polarisasi yang mengatakan “yang berbeda halal untuk dibunuh”.

Sebagaimana yang tercantum dalam Q.S Yunus (10:100), di mana Tuhan mengecam orang-orang yang “malas” menggunakan akal miliknya, di mana Tuhan akan menimpakan azab atas orang-orang yang tidak berpikir tentang ayat-ayat-Nya.

Termasuk mereka yang beragama mengedepankan sisi emosionalitas daripada sisi rasionalitas, mereka yang berhias ornamen dan ucapan religius namun berlaku kasar terhadap sesama makhluk.

Penulis: Fajar Ramdan

*Tulisan Opini Tanggung Jawab Penulis.

Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News atau gabung di Jabarupdate.id WhatsApp Chanel.

Bagikan Artikel

Komentar

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terbaru

- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img

Terpopuler