Jawa Barat, Jabarupdate: “Pemimpin seperti matahari dan malam”—filosofi ini diungkapkan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi sebagai respons atas berbagai kritik terhadap kebijakannya.
Dedi Mulyadi, kerap menjadi sorotan publik karena berbagai kebijakan dan pernyataannya.
Beberapa kali ia menuai pujian, namun tak sedikit pula kritik yang mengiringi langkah-langkahnya.
Kritik dari Ormas dan Tokoh Masyarakat
Belakangan, Dedi Mulyadi mendapat teguran dari organisasi masyarakat (ormas) GRIB Jaya Provinsi Jawa Barat (Jabar) terkait pembentukan Satgas Antipremanisme.
Ketua GRIB Jaya Jabar, Gabryel Alexander Etwiorry, menyatakan keberatan atas pernyataan Dedi yang menyebut ormas dan LSM kerap melakukan intimidasi.
Kritik ini disampaikan dalam pidato di Gedung DPRD Jabar pada Jumat, 21 Maret 2025, lalu.
Gabryel tak sekadar mengkritik, tetapi juga menantang Dedi untuk berdiskusi langsung.
Ungkapan ketidaksenangannya bahkan viral setelah sebuah video terkait hal itu beredar di media sosial.
Tak hanya dari GRIB Jaya Jabar, Toni RM, mantan pengacara kasus Vina Garut, juga menyoroti kebijakan Dedi.
Menurutnya, gebrakan Dedi bisa dianggap sebagai pencitraan semata jika tidak didukung landasan hukum yang kuat. Ia menegaskan, kebijakan tanpa payung regulasi hanya akan menjadi langkah yang tidak efektif.
Tanggapan Bijak Dedi Mulyadi
Menanggapi berbagai kritik, Dedi Mulyadi memilih merespons dengan bijak. Melalui unggahan di Instagram pribadinya, ia membagikan filosofi kepemimpinan yang menarik:
“Pemimpin itu seperti matahari dan malam. Saat terik, matahari memberi manfaat besar, tapi ada juga yang merasa terganggu oleh panasnya. Begitu pula malam—dibutuhkan untuk istirahat, tapi tidak semua orang menyukainya.”
Dedi menegaskan bahwa seorang pemimpin tidak mungkin bisa memuaskan semua orang. Menurutnya, tugas utama pemimpin adalah memberikan manfaat, bukan berusaha menyenangkan setiap pihak.
“Apa yang kita kerjakan belum tentu dipuji semua orang. Hidup bukan untuk menyenangkan semua orang, tapi untuk memberikan manfaat,” tulisnya.
Pesan ini sekaligus menjadi respons halus terhadap kritik yang ditujukan padanya. Ia menekankan bahwa fokus kepemimpinan adalah menciptakan dampak positif, meski kebijakannya tak selalu disetujui semua kalangan.
Kritik sebagai Bahan Refleksi
Sekretaris Sukapura Muda Indonesia, Ekky M. Rizky menilai bahwa dari beragam tanggapan yang muncul, cara Dedi Mulyadi menghadapi kritik patut diapresiasi.
Alih-alih terpancing emosi, kata dia, ia justru mengajak publik untuk melihat kepemimpinan dari sudut pandang yang lebih filosofis.
Ekky menambahkan, kritik seharusnya tidak dilihat sebagai serangan, melainkan sebagai bahan evaluasi bagi seorang pemimpin.
“Justru dengan adanya perbedaan pendapat, kita bisa belajar untuk lebih baik. Yang penting, kebijakan yang diambil harus tetap berorientasi pada kepentingan rakyat,” jelasnya.
Ia juga menekankan bahwa filosofi “pemimpin seperti matahari dan malam” relevan dalam konteks kepemimpinan modern, di mana seorang pemimpin harus siap menghadapi beragam reaksi dari masyarakat.
Pertanyaannya kini: Apakah kebijakan Dedi Mulyadi benar-benar membawa manfaat nyata bagi masyarakat? Ataukah kritik yang muncul justru menunjukkan adanya celah dalam implementasinya?