Global, Jabarupdate: Ribuan dokter di seluruh India melakukan aksi mogok massal sebagai bentuk protes atas pemerkosaan dan pembunuhan seorang rekan sejawat mereka di Kolkata.
Aksi ini, yang dimulai sejak minggu lalu, berlanjut dengan intensitas yang meningkat meskipun seruan Asosiasi Medis India (IMA) untuk menghentikan mogok 24 jam telah berakhir.
Para dokter menuntut keadilan cepat bagi korban dan peningkatan keamanan bagi tenaga medis, terutama dokter perempuan.
Korban, seorang dokter muda berusia 31 tahun, ditemukan tewas dengan tanda-tanda kekerasan di salah satu asrama Rumah Sakit dan Fakultas Kedokteran R G Kar, Kolkata, awal bulan ini.
Insiden tragis ini mengguncang komunitas medis dan memicu gelombang kemarahan yang meluas di seluruh India, mengingatkan kembali pada kasus-kasus kekerasan seksual yang pernah menghebohkan negara tersebut, seperti insiden pemerkosaan berkelompok di Delhi tahun 2012.
Sebagai bentuk solidaritas, para dokter di berbagai rumah sakit menolak melayani pasien non-darurat, kecuali dalam situasi darurat.
Mereka juga mengadakan pawai lilin di beberapa kota besar, termasuk Delhi, Mumbai, dan Chennai, sebagai simbol tuntutan mereka akan keadilan dan perlindungan yang lebih baik bagi tenaga medis.
Dalam surat terbuka kepada Perdana Menteri Narendra Modi, IMA menyatakan keprihatinan mendalam atas lemahnya perlindungan terhadap tenaga medis perempuan di India.
Mereka menekankan pentingnya peningkatan keamanan di rumah sakit, setara dengan standar keamanan di bandara.
“Kami menuntut suasana kerja yang aman dan bebas dari ancaman bagi semua dokter, terutama perempuan, yang sering kali menjadi korban kekerasan,” tulis IMA dalam surat tersebut.
Ayah korban, yang juga seorang dokter, mengucapkan terima kasih atas dukungan besar yang diberikan oleh komunitas medis.
“Putri saya telah tiada, tetapi dukungan dari rekan-rekannya memberikan kekuatan bagi keluarga kami untuk terus memperjuangkan keadilan,” ujarnya dengan suara bergetar.
Sementara itu, pemerintah India telah membentuk komite khusus untuk mengkaji dan merekomendasikan langkah-langkah perlindungan yang lebih efektif bagi tenaga kesehatan.
Namun, banyak dokter yang skeptis terhadap langkah ini, mengingat lemahnya implementasi kebijakan serupa di masa lalu.
Gelombang protes ini masih berlangsung di berbagai kota, dengan beberapa kelompok dokter mengancam akan memperpanjang aksi mogok jika tuntutan mereka tidak dipenuhi.
Di negara bagian Uttar Pradesh, misalnya, dokter telah memberikan ultimatum kepada pemerintah untuk mengambil tindakan dalam waktu 72 jam atau menghadapi mogok total yang akan berdampak luas pada pelayanan kesehatan.
Insiden tragis ini menyoroti isu yang lebih besar terkait kekerasan terhadap perempuan di India, meskipun adanya berbagai reformasi hukum yang telah dilakukan.
Aktivis perempuan menegaskan bahwa perlindungan hukum yang ada saat ini masih jauh dari memadai untuk melindungi perempuan dari ancaman kekerasan.
Aksi mogok massal dokter di India ini tidak hanya menjadi simbol solidaritas bagi korban, tetapi juga sebagai panggilan bagi pemerintah dan masyarakat untuk lebih serius menangani isu kekerasan dan pelecehan seksual di negeri ini.
Para dokter bertekad untuk terus melanjutkan perjuangan mereka hingga keadilan bagi rekan sejawat mereka tercapai.