Jumat, April 26, 2024

Jepang Luncurkan Strategi Mempromosikan Pernikahan dan Tingkatkan Angka Kelahiran

Internasional, Jabarupdate: Pemerintah Jepang membuat sebuah strategi dan luncurkan promosi untuk pernikahan dan meningkatkan angka kelahiran.

Dalam 15 tahun ini, populasi Jepang yang berjumlah lebih dari 125 juta jiwa. Namun telah menurun dan diperkirakan akan menjadi 86,7 juta jiwa pada tahun 2060.

Populasi yang menyusut dan menua memiliki implikasi besar bagi perekonomian serta keamanan nasional di negara tersebut.

Apalagi Jepang sedang memperkuat militernya untuk menghadapi ambisi teritorial Tiongkok yang semakin tegas.

Hal tersebut melatarbelakangi seorang menteri Kabinet Jepang yang bertanggung jawab untuk mengatasi penurunan angka kelahiran di negara tersebut meluncurkan sebuah rancangan proposal pada hari Jumat.

Strategi Jepang itu bertujuan untuk membalikkan tren penurunan angka kelahiran tersebut. Termasuk ada peningkatan subsidi untuk pengasuhan dan pendidikan anak.

Serta adanya kenaikan gaji untuk pekerja muda untuk memberikan insentif bagi mereka yang ingin menikah dan memiliki anak.

Masanobu Ogura selaku Menteri Kebijakan mengatakan bahwa kemungkinan beberapa tahun ke depan merupakan “kesempatan terakhir” bagi Jepang untuk memperbaiki penurunan angka kelahiran.

“Apabila jumlah kelahiran terus menurun. Seperti yang terjadi sejak awal tahun 2000. Maka, populasi anak muda akan menyusut dua kali lipat dari kecepatan saat ini, pada tahun 2030-an mendatang,” kata dia.

Banyak anak muda Jepang yang menolak untuk menikah atau berkeluarga. Alasannya karena merasa tidak nyaman dengan prospek pekerjaan yang suram.

Budaya perusahaan yang tidak sesuai dengan kedua orang tua -terutama wanita- yang harus bekerja, dan kurangnya toleransi masyarakat terhadap anak kecil.

Guna mengatasi masalah itu, Ogura mengusulkan peningkatan bantuan keuangan. Ditambah lebih banyak subsidi pemerintah untuk membesarkan anak.

Ada pinjaman mahasiswa yang lebih besar untuk pendidikan tinggi, dan akses yang lebih besar ke layanan penitipan anak.

Rencana ini juga bertujuan untuk mengubah pola pikir budaya menuju kesetaraan gender yang lebih baik di tempat kerja maupun di rumah.

Jepang luncurkan strategi ini juga mencakup peningkatan bantuan pemerintah kepada perusahaan untuk mendorong lebih banyak staf laki-laki untuk mengambil cuti ayah, yang telah menjadi perdebatan bagi para ayah yang bekerja karena khawatir akan adanya pembalasan.

Ogura berpendapat, meskipun pandangan yang beragam tentang pernikahan, persalinan, dan pengasuhan anak harus dihormati. Negara ingin menciptakan masyarakat yang memungkinkan generasi muda untuk menikah, memiliki, dan membesarkan anak sesuai dengan keinginan mereka.

Tujuan dasar dari langkah-langkah ini untuk mengatasi angka kelahiran rendah, membalikkan tren penurunan angka kelahiran dengan mendukung setiap individu untuk mengejar kebahagiaan.

Proposal terkait kebijakan ini telah diajukan kepada Perdana Menteri Fumio Kishida untuk dipertimbangkan lebih lanjut.

Kishida bakal menyusun proposal itu pada bulan Juni.

Berdasarkan data yang diperoleh pada tahun 2022, Jepang mencetak rekor terendah kelahiran karena hanya memiliki 799.728 bayi baru lahir.

Dimana hal ini turun di bawah 800.000 untuk pertama kalinya sejak survei dimulai pada tahun 1899.

Kenaikan biaya yang tinggi membuat banyak pasangan ragu untuk menambah anggota keluarga mereka.

Jepang merupakan negara dengan ekonomi terbesar ketiga di dunia, hanya saja tingginya biaya hidup. Serta lambatnya kenaikan upah.

Juga, sekitar 40% orang Jepang bekerja paruh waktu atau kontrak. Ini membuat para kaum muda-mudi Jepang berpikir kembali untuk memiliki keturunan.

Para kritikus mengatakan bahwa pemerintah telah tertinggal dalam membuat masyarakat lebih inklusif untuk anak-anak, wanita, dan minoritas.

Di bawah partai konservatif yang berkuasa, yang mendukung nilai-nilai keluarga tradisional dan peran gender, perempuan yang tidak menikah atau tidak memiliki anak cenderung kurang dihargai. Dan pernikahan adalah prasyarat untuk memiliki anak.

Jepang Luncurkan Strategi Peningkatan Angka Kelahiran, Usulan Ogura Tak Mengungkap Besaran Biaya

Sejauh ini, upaya pemerintah untuk mendorong orang untuk memiliki lebih banyak bayi memiliki dampak yang terbatas meskipun ada subsidi untuk kehamilan, kelahiran, dan pengasuhan anak.

Di negara yang berada di peringkat terburuk di dunia dalam hal kesetaraan gender, situasi ini menghambat wanita untuk mengejar karier setelah menikah atau setelah memiliki anak.

Mayoritas orang Jepang yang berusia antara 18 dan 34 tahun mengatakan, mereka berharap untuk menikah pada suatu saat nanti. Namun mereka hanya ingin memiliki keturunan kurang dari dua anak.

Menurut data yang dikutip dalam proposal tersebut, semakin banyak yang mengatakan bahwa mereka tidak berniat untuk menikah.

Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News atau gabung di Jabarupdate.id WhatsApp Chanel.

Bagikan Artikel

Komentar

- Advertisement -spot_img
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terbaru

- Advertisment -spot_img

Terpopuler