Internasional, Jabarupdate: Pasukan Cina telah selesai melakukan simulasi “penyegelan” Taiwan selama tiga hari latihan dengan menggunakan kapal induk untuk meluncurkan jet-jet tempur ke arah pulau tersebut.
Cina mengatakan bahwa kapal induk Shandong-nya sudah mengambil bagian. Sementara Taiwan mengatakan bahwa mereka telah mendeteksi jet-jet di sebelah timurnya.
Beijing mulai melakukan latihan pada hari Sabtu setelah Presiden Taiwan Tsai Ing-wen bertemu dengan Ketua DPR Amerika Serikat (AS) di California.
Latihan ini bukan merupakan latihan yang begitu besar dibandingkan latihan yang dilakukan setelah kunjungan Nancy Pelosi ke Taipei bulan Agustus lalu.
Cina melihat Taiwan sebagai provinsi yang memisahkan diri yang pada akhirnya akan berada di bawah kendali Beijing. Namun Taiwan sendiri menganggap dirinya sebagai sebuah negara berdaulat.
Pada hari Senin, Cina mengatakan bahwa latihannya telah berakhir dengan sukses. Taiwan sebelumnya mengatakan, mereka telah melihat 70 pesawat tempur dan 11 kapal di perairan sekitarnya.
Kementerian Pertahanan Taiwan juga telah merilis sebuah peta jalur penerbangan. Terlihat, empat jet tempur J-15 di sebelah timur pulau itu.
Hal tersebut menunjukkan bahwa militer Cina untuk pertama kalinya mensimulasikan serangan dari timur, dan bukannya dari barat di mana daratan Cina berada.
Para analis berpendapat bahwa kemungkinan besar jet-jet tersebut berasal dari kapal induk Shandong. Kapal ini merupakan salah satu dari dua kapal induk yang dimiliki Cina. Saat ini Shandong diarahkan di lautan Pasifik bagian barat, sekitar 320 Km dari Taiwan.
Dikatakan bahwa pesawat-pesawat tempur yang sarat dengan amunisi hidup telah “melakukan beberapa gelombang serangan simulasi pada target-target penting”.
Kementerian pertahanan Jepang memberikan informasi bahwa Shandong telah melakukan operasi udara pada beberapa hari sebelumnya.
Menurut pernyataan kementerian Jepang, helikopter dan jet tempur lepas mendarat di kapal induk itu sebanyak 120 kali antara hari Jumat dan Minggu.
Pada hari Senin, AS juga mengirim USS Milius, sebuah kapal perusak berpeluru kendali, melalui bagian Laut Cina Selatan sekitar 1.300 Km (800 mil) di sebelah selatan Taiwan.
Cina mengatakan bahwa kapal tersebut telah “secara ilegal memasuki perairannya,” sementara AS bersikukuh bahwa operasi tersebut konsisten dengan hukum internasional.
Washington berulang kali menyerukan agar Cina menahan diri setelah pertemuan Presiden Tsai dengan Kevin McCarthy, tokoh pemerintah AS yang paling senior ketiga.
Beijing telah memberikan peringatan terhadap AS dan Taiwan akan melakukan tindakan balasan yang tegas jika Tsai mengadakan pertemuan dengan McCarthy.
Pasukan Cina mengumumkan latihan tersebut setelah para pemimpin asing termasuk Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen meninggalkan negara itu.
Sikap Macron tegas. Ia mendesak Eropa supaya tidak terseret ke dalam konfrontasi antara Washington dan Beijing atas Taiwan. Meskipun pernyataan ini telah menarik beberapa kritik.
Dalam penerbangannya keluar dari Cina, ia mengatakan kepada wartawan bahwa Eropa berisiko “terjebak dalam krisis yang bukan milik kita”. Dan ini akan mempersulit untuk membangun “otonomi strategis”.
Latihan pasukan Cina dimulai setelah Tsai kembali dari perjalanan 10 harinya ke AS dan Amerika Tengah yaitu pada hari sabtu
Kunjungan penting Pelosi ke Taiwan pada bulan Agustus lalu, ketika ia masih menjabat sebagai Ketua DPR AS, diikuti dengan latihan militer yang belum pernah terjadi sebelumnya selama empat hari.
Cina melakukan penembakan rudal balistik ke arah laut di sekitar Taiwan. Pelosi adalah pejabat tertinggi AS yang mendarat di Taiwan sejak tahun 1990-an.
Namun, beberapa analis mengatakan bahwa latihan militer semacam itu mungkin akan semakin berkurang dampaknya seiring berjalannya waktu.
“Guna mempertahankan faktor ketakutan yang sama. Pad akhirnya [Cina harus] meningkatkannya lebih besar dan lebih besar lagi. Karena tindakan mereka akan memiliki efek normalisasi setelah beberapa saat,” kata Ian Chong, seorang peneliti non-residen di Carnegie China.
Status Taiwan telah menjadi ambigu sejak tahun 1949, ketika Perang Saudara Tiongkok berubah menjadi kemenangan bagi Partai Komunis Tiongkok. Dan pemerintah lama yang berkuasa di negara tersebut mundur ke pulau itu.
Presiden Cina Xi Jinping mengatakan “penyatuan kembali” antara Cina dengan Taiwan harus bisa dipenuhi.