Ciamis, Jabarupdate: Ketika di wawancara, Bayu yang merupakan tokoh pemuda yang juga Sekretaris Desa (Sekdes) Sukamantri mengatakan, Bebegig Sukamantri milik Desa Sukamantri. Kalau di daerah lain ada Bebegig tersebut, pasti ada hantu yang berkunjung. Kalau ada yang memberi nama berbeda padahal suasananya sama, maka benar. Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Bayu mengatakan, Bebegig itu dimodifikasi oleh seniman Sukamantri menjadi sebuah seni pertunjukan yang menarik, memiliki akar budaya dan sejarah yang kuat. Diterbitkan di daerah bekas kawah gunung berapi yang meletus pada tahun 450 SM (Sebelum Masehi).
Bebebig tersebut juga merupakan gambaran pasukan elit Kerajaan Karanggantuan yang pernah berdiri di kawasan Desa Sukamantri. Saat pasukan Karanggantuan bertugas, untuk menjaga keamanan selalu memakai masker yang terbuat dari kulit kayu.
Bayu menambahkan, Bebegig itu memang benar-benar milik Desa Sukamantri, milik Kabupaten Ciamis, milik Tatar Galuh, terlebih lagi pada tahun 2018 ini sudah diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda Nasional (WBtB). Mengandung arti Bebegig ini mempunyai legalitas yang kuat, tidak berbeda dengan WBtB lainnya.
Bagaimana awal mula Bebegig tersebut bisa eksis dalam budaya Kabupaten Majalengka, seolah menjadi kesenian khas Kabupaten Malausma? Dalam kebudayaan Majalengka, setiap kabupaten dipengaruhi oleh ciri khas masing-masing kabupaten.
“Ada yang datang ke sini dan bilang ingin menampilkan Bebegig Sukamantri,” kata Cucu dari studio Bebegig Baladewa Sukamantri pada Kamis (16/11/2023).
Tamu tersebut menanyakan harga jika ingin memainkan Bebegig tersebut Sanggar Bebegig Baladewa sering diminta untuk mementaskan Bebegig Sukamantri di daerah lain, dengan biaya tergantung jumlah bebegignya dan tergantung besar kecilnya tempat pertunjukan.
Mungkin karena tidak bisa menebak biayanya, para tamu jarang datang kembali ke Sanggar Bebegig Baladewa.
“Tadi dengar mereka hanya menyewa masker saja,” kata Rangga Aryanto, juga dari Sanggar Bebegi Baladewa.
Setelah di youtube ada yang bercanda tentang Bebegig Sukamantri di sebuah acara budaya di kabupaten Majalengka, padahal namanya Buta Arega. Masyarakat Sukamantri pemalas, kulit bengkel bebeg di Desa Sukamantri menggerogoti, bahkan di Buta Arega kadang waregu diganti dengan daun kadaka.
Ibarat mencari daun waregu. Saat sudah ramai, kata Cucu dan diminta Rangga yang sempat menanyakan harga pementasan Bebegig tersebut, kembali lagi ke sanggar Bebegig Baladewa. Arinyana memohon ampun dan menunjukkan keberanian yang hampir sama dengan Sukamantri.
“Mereka tidak tahu tentang Bebegig Sukamantri,” kata Rangga
Baik Bayu, Cucu, maupun Rangga mengatakan Bebegig ini memang dijadikan sumber inspirasi seniman Ciamis dalam menciptakan seni helaran lainnya. Misalnya saja lahirlah Buta Kararas, Wayang Landung, Mabokuy, dan Wayang Geugeus.
Namun aksesorisnya berbeda dengan Bebegig Sukamantri, tidak seperti Bebegig Sukamantri. Dengan kejadian Bebegig Sukamantri mengganti namanya menjadi Buta Arega dalam festival budaya Kabupaten Majalengka, seniman Bebegig tersebut berharap bisa melanjutkan karyanya.
Jangan menjiplak suatu karya seni, sementara semua jenis seni tercampur dengan seni yang sudah lama ada dan terkenal seperti itu.
Maman Isak Juharman, seniman asal Sanggar Rakyat Buniseuri, Kecamatan Cipaku, Kabupaten Ciamis, menekankan pentingnya Dinas Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disbudpora) dan Dinas Pariwisata Kabupaten Ciamis memperhatikan potensi budaya yang ada di Kabupaten Ciamis.
“Selama ini, ketika artis Bebegig ketika ingin tampil dan mementaskan, daun waregu sulit ditemukan karena sudah langka. Kira-kira apa yang dilakukan Disbudpora dan Dinas Pariwisata untuk membuat hutan waregu?” kata Maman Isak.
Diakui Rangga dan Cucu, seniman Bebegig tersebut, setiap mau menggelar pertunjukan harus kesana kemari, harus keluar Kabupaten Ciamis, mencari daun waregu. Oleh karena itu, di Sukamantri, di Panjalu, pohon waregu telah dibakar.