Minggu, Desember 8, 2024

Ikuti Jejak PBNU, Muhammadiyah Terima Izin Tambang dari Presiden Jokowi

Nasional, Jabarupdate: Muhammadiyah akhirnya memutuskan untuk terima izin tambang dari Presiden Joko Widodo. Keputusan ini mengikuti jejak Nahdlatul Ulama (NU), yang sebelumnya juga menerima izin serupa.

Pemberian izin tambang kepada organisasi keagamaan ini bermula dari janji Presiden Jokowi saat Muktamar Nahdlatul Ulama pada Desember 2021.

Di momen tersebut, Jokowi berjanji akan membagikan Izin Usaha Pertambangan (IUP), baik tambang batu bara, nikel, maupun tembaga, kepada organisasi keagamaan.

Janji tersebut akhirnya direalisasikan dengan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara menjadi PP Nomor 25 Tahun 2024 pada 30 Mei 2024.

PP terbaru ini mengatur bahwa organisasi massa maupun organisasi keagamaan berkesempatan untuk memiliki Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).

Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Gus Yahya Cholil Staquf telah menyatakan bahwa NU akan menerima pemberian izin tambang.

Gus Yahya menekankan pentingnya sumber dana yang halal untuk membiayai operasional berbagai program dan infrastruktur NU.

“NU ini butuh, apapun yang halal, yang bisa menjadi sumber pendapatan untuk pembiayaan organisasi,” ungkap Gus Yahya di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Kamis, 6 Juni 2024.

Di sisi lain, Muhammadiyah melalui Anwar Abbas menekankan pentingnya meminimalisir dampak lingkungan jika organisasi tersebut menerima izin tambang.

“Tolong masalah lingkungan dampaknya diminimalisir,” pungkas Anwar Abbas dalam potongan berita yang diunggah @bungmufid.

Kepada Tempo, pada Rabu (24/7/2024) malam Anwar mengakui bahwa sudah diputuskan dalam rapat pleno PP Muhammadiyah dan sudah menyetujui dan terima tawaran izin tambang.

Pemberian WIUPK kepada organisasi keagamaan ini menuai berbagai reaksi dari masyarakat dan aktivis lingkungan.

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Melky Nahar, menilai alasan pemerataan ekonomi yang dilontarkan pemerintah hanyalah “dalih obral konsesi demi menjinakkan ormas-ormas keagamaan”.

JATAM mendesak pemerintah untuk mencabut aturan tersebut dan meminta ormas keagamaan berpikir ulang sebelum menerima tawaran pemerintah, mengingat banyak korban tambang adalah jemaah mereka sendiri.

“Umat dari ormas-ormas keagamaan juga harus bersuara. Jangan sampai itu hanya pilihan elite ormas, tidak berdasarkan aspirasi umat,” kata Melky kepada BBC News Indonesia, dikutip Jabarupdate pada Kamis (25/7/2024).

 

- Advertisement -

Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News atau gabung di Jabarupdate.id WhatsApp Chanel.

Bagikan Artikel

Komentar

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terbaru

- Advertisment -spot_img

Terpopuler

- Advertisment -