Global, Jabarupdate: Parlemen Israel atau Knesset baru-baru ini menyetujui dua undang-undang kontroversial yang melarang Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) beroperasi di Israel serta wilayah Palestina yang diduduki.
Langkah ini diambil di tengah desakan internasional untuk menghentikan rencana tersebut, namun Israel tetap teguh pada keputusannya.
Pada Senin lalu, undang-undang ini disahkan dengan suara dukungan dari 92 anggota Knesset, sementara 10 lainnya menolaknya.
Undang-undang pertama melarang segala bentuk aktivitas UNRWA, baik langsung maupun tidak langsung, di wilayah Israel.
Sedangkan undang-undang kedua memblokir hubungan atau kerja sama antara pejabat dan instansi pemerintah Israel dengan UNRWA, termasuk dalam pemberian layanan atau komunikasi dengan staf badan tersebut.
Kebijakan ini semakin memperlihatkan sikap Israel yang keras terhadap UNRWA, yang selama bertahun-tahun telah memberikan layanan kemanusiaan kepada pengungsi Palestina di Palestina dan negara-negara tetangga.
Sikap Israel yang keras terhadap UNRWA semakin menguat sejak konflik terbaru dengan Gaza pecah pada Oktober 2023.
Israel menuduh beberapa staf UNRWA terlibat dalam serangan Hamas pada 7 Oktober lalu di wilayah selatan Israel.
Meski begitu, penyelidikan yang dilakukan oleh PBB pada April lalu tidak menemukan bukti yang mendukung tuduhan tersebut.
PBB juga menyatakan bahwa Israel belum menanggapi permintaan informasi terkait dugaan tersebut.
Akibat dari tuduhan ini, beberapa negara sempat menghentikan pendanaan mereka untuk UNRWA.
Meski sejumlah negara seperti Jerman, Australia, Kanada, Swedia, dan Jepang telah kembali melanjutkan bantuan, Amerika Serikat masih menahan pemulihan pendanaan untuk badan tersebut.
Ketegangan ini mengundang kritik tajam dari komunitas internasional. Tujuh negara sekutu Israel, termasuk negara-negara besar Eropa, mengeluarkan pernyataan bersama pada hari yang sama.
Mereka menyebutkan bahwa larangan terhadap UNRWA akan berdampak sangat merugikan bagi wilayah Tepi Barat dan Gaza, terutama dalam penyediaan layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan distribusi bahan bakar.
Mereka memperingatkan bahwa ketidakhadiran UNRWA dapat menyebabkan gangguan serius terhadap pelayanan esensial ini.
Sejak dimulainya konflik, fasilitas UNRWA telah menjadi sasaran serangan. Lebih dari 180 fasilitas, termasuk tempat penampungan, sekolah, dan pusat kesehatan, terkena dampak, dengan ratusan nyawa hilang akibat serangan tersebut.
Josep Borrell, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, menyatakan bahwa keputusan ini bertentangan dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam Piagam PBB, menegaskan bahwa setiap lembaga PBB memiliki peran penting dalam menjaga ketertiban internasional.
Selain itu, keputusan Parlemen Israel mengenai larangan ini juga berdampak pada situasi di Yerusalem Timur.
Pada 10 Oktober lalu, Israel menyita tanah yang sebelumnya digunakan sebagai kantor pusat UNRWA, dan mereka berencana membangun lebih dari 1.400 unit pemukiman di lokasi tersebut, sebuah rencana yang dianggap melanggar hukum internasional.
Dengan pelarangan operasi UNRWA di Gaza dan Tepi Barat, masa depan pengungsi Palestina semakin tidak menentu.
Kehadiran UNRWA selama ini telah membantu ratusan ribu warga Palestina dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka, khususnya di wilayah-wilayah konflik.
Dengan blokir terhadap badan tersebut, layanan kemanusiaan bagi para pengungsi berisiko besar terganggu, dan semakin banyak pihak yang mempertanyakan bagaimana nasib pengungsi Palestina ke depan tanpa dukungan UNRWA.