KUNINGAN, Jabarupdate: Pemerintah Kabupaten Kuningan melarang Kegiatan pertemuan tahunan jemaah Ahmadiyah, Jalsah Salanah, 6 hingga 8 Desember 2024.
Juru Bicara Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI), Yendra Budiana mengatakan, atas petunjuk bapak amir nasional, dengan berat hati kami sampaikan Jalsah Salanah 2024 di Manislor, dibatalkan.
“Atas nama jajaran pengurus dan panitia kami menyampaikan permohonanan maaf yang sebesar-besarnya. Demikian hal disampaikan untuk dilaksanakan. Jazakumullah,” ungkapnya, Jumat (06/12/2024).
Diketahui, Jalsah Salanah merupakan pertemuan tahunan untuk berdiskusi, belajar, sharing keagamaan yang dihadiri jemaah Ahmadiyah dari berbagai daerah di Indonesia. Kegiatan ini diadakan di wilayah tersendiri.
Ahmadiyah sangat menyayangkan pelarangan kegiatan Jalsah Salanah dari Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Kuningan.
Menurut Yendra, alasan Forkopimda tidak berdasar, sebab tidak ada penolakan dari masyarat sekitar terhadap penyelenggaraan acara ini.
“Alasan mereka tidak berdasar, demi keamanan, padahal sudah sering kita gelar acara ini, tidak masalah. Tidak ada penolakan dari masyarakat sekitar, bahkan bupati terpilih waktu itu hadir,” ujar dia.
Sebenarnya, menurut Yendra, kepolisian sudah memberikan izin penyelenggaraan acara yang rencananya akan dihadiri 14 ribu jemaah Ahmadiyah dari berbagai daerah dan sekitar 100 tamu undangan dari berbagai elemen itu.
“Ya mereka sendiri (kepolisian) yang menyarankan acara ini digelar sekarang, setelah pemilu biar lebih aman,” ujar dia.
Memang, kata Yendra, ada sebaran ajakan kepada masyarakat untuk menggeruduk acara Jalsah Salanah yang akan secara resmi dibuka pagi ini. Namun, tidak jelas dari pihak mana sebaran itu dibuat dan seperti direkayasa.
“Itu seperti dibuat-buat, karena masyarakat di lokasi aman-aman saja,” kata Yendra.
Ahamadiyah merasa di Diskriminasi
Yendra kembali menagaskan, Jemaah Ahmadiyah menyayangkan pelarangan kegiatan Jalsah Salanah, karena ribuan jemaah yang sudah berada di lokasi acara maupun tengah dalam perjalanan terpaksa harus kembali.
“Jadi lokasi ke acara diblokade polisi, rombongan bus dari daerah gak bisa masuk,” ujarnya.
Jemaah Ahmadiyah, kata Yendra, sebenarnya tidak terlalu mengkhawatirkan ataupun trauma peristiwa penyerangan masa lalu, tapi lebih pada kekecewaan lantaran sampai detik ini mereka belum memiliki hak yang sama dan diterima sebagai sebagai warga negara.
“Kami lebih menyayangkan karena kami belum disejajarkan sebagai warga negara yang memiliki hak dalam keberagaman,” tegas Yendra.