Global, Jabarupdate: Kejatuhan rezim Bashar al- Assad di Suriah telah menciptakan kekosongan kekuasaan yang memicu eskalasi konflik di kawasan tersebut.
Dalam situasi yang penuh ketidakpastian ini, Israel dan Amerika Serikat (AS) memanfaatkan momentum untuk melancarkan serangan udara besar-besaran dengan target yang berbeda, namun sama-sama signifikan bagi kepentingan mereka.
Israel gencar menyerang infrastruktur militer. Mereka memulai rangkaian serangan udara intensif yang menyasar fasilitas militer strategis Suriah.
Salah satu target utama adalah Bandara Militer Mezzeh di pinggiran Damaskus, depot senjata, dan pusat penelitian ilmiah yang digunakan untuk mengembangkan rudal canggih.
Dalam waktu 48 jam, lebih dari 300 serangan udara dilancarkan oleh pasukan Israel, menghancurkan gudang senjata, fasilitas intelijen, dan instalasi pertahanan udara Suriah.
Langkah ini dinilai sebagai strategi agresif Israel untuk memastikan keunggulan militernya di kawasan setelah jatuhnya Assad.
Selain itu, operasi darat dilakukan di kawasan Gunung Hermon dan zona penyangga Dataran Tinggi Golan. Israel bahkan berhasil merebut wilayah baru di Suriah yang luasnya diklaim mencapai dua kali ukuran Jalur Gaza, sebuah tindakan yang dianggap melanggar kesepakatan zona demiliterisasi tahun 1974.
Sementara itu, Amerika Serikat meningkatkan serangan udara dengan fokus utama melemahkan kekuatan kelompok teroris ISIS di Suriah.
Dalam satu hari, pesawat tempur AS melancarkan lebih dari 75 serangan udara yang melibatkan berbagai jenis pesawat, termasuk pembom B-52 dan jet tempur F-15.
Operasi ini dipimpin oleh Komando Pusat AS, dengan tujuan utama “mengganggu, melemahkan, dan mengalahkan” ISIS.
Serangan udara AS menyasar basis pertahanan ISIS di berbagai wilayah Suriah, menunjukkan komitmen AS untuk mempertahankan pengaruhnya di kawasan yang terus bergejolak.
Dampak Kekosongan Kekuasaan Usai Rezim Assad Jatuh
Jatuhnya Assad menciptakan ketidakstabilan yang semakin memperumit situasi di Suriah.
Serangan udara intensif oleh Israel dan AS menunjukkan bahwa kekosongan kekuasaan di Damaskus memberikan peluang bagi berbagai aktor internasional untuk memperluas pengaruh mereka.
Namun, langkah ini juga membawa risiko eskalasi konflik yang lebih luas di kawasan.
Masa depan Suriah pun di tengah ketidakpastian politik dan militer pasca-jatuhnya rezim Assad. Kondisi ini semakin mempersulit upaya stabilisasi di negara tersebut.
Peran komunitas internasional dalam merespons situasi ini, atau justru ketidakhadirannya, akan sangat menentukan arah negara tersebut di masa depan.
Apakah Suriah akan bangkit dari kehancuran atau terperosok lebih jauh dalam konflik berkepanjangan, masih menjadi tanda tanya besar.
Artikel ini disusun berdasarkan berbagai sumber. Apabila terdapat kesalahan informasi, ketidaktepatan data, atau hal lain yang perlu dikoreksi, kami sangat terbuka untuk menerima masukan dan perbaikan. Silakan menghubungi kami untuk memberikan klarifikasi atau pembaruan. Terima kasih.