OPINI, Jabarupdate: Hasto Wardoyo selaku Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan fakta miris.
Ungkapnya banyak remaja usia 16 dan 17 tahun sudah pernah melakukan hubungan seks sampai hamil di luar nikah. Hal tersebut ia sampaikan pada pembukaan Program Edukasi dan Intervensi Stunting di Kabupaten Blitar, Selasa (22/8/2023).
Fenomena tersebut menurutnya mendorong peningkatan persentase dispensasi nikah dan menambah angka pernikahan dini. Efek kumulatif dari fenomena tersebut adalah menurunnya kualitas ketahanan keluarga.
Bagi Indonesia yang memiliki mayoritas masyarakat muslim, fakta tersebut memberi gambaran bahwa generasi muda Indonesia sedang mengalami kemerosotan akhlak. Mengapa hal ini terjadi? untuk menjawab persoalan tersebut, terlebih dahulu mari kita lihat perubahan pendidikan yang sedang kita alami.
Revolusi Pendidikan dan Merosotnya Akhlak Generasi Muda
Menurut Prof. Dr. Yusufhadi Miarso, M.Sc, pendidikan kita telah mengalami 4 fase perubahan. Pertama, pendidikan terjadi di dalam rumah. Anak-anak di didik langsung oleh orang tua mengenai prinsip hidup, nilai-nilai moral berlandaskan agama yang diyakini. Pendidikan terjadi saat di ladang atau dimanapun saat menjalani aktifitas. Orang tua menjadi teladan bagi anak-anaknya.
Kedua, anak-anak menerima pendidikan dari guru di Lembaga pendidikan. Hal ini terjadi karena orang tua mereka tidak memiliki banyak waktu untuk memberikan pendidikan yang cukup. Revolusi industri memiliki peran penting pada fase tersebut. Saat pabrik-pabrik berdiri, produksi berpindah dari rumah ke pabrik. Mendorong orang tua bekerja pergi dari rumah.
Ketiga, anak belajar kepada buku. Guru kewalahan apabila harus mengajari murid dengan jumlah banyak. Oleh karena itu, mereka menulis buku agar anak-anak dapat mempelajari pemikiran guru melalui buku.
Keempat, seiring terjadinya revolusi digital yang melahirkan komputerisasi dan internet, pendidikan terkena imbasnya. Informasi dapat diakses oleh siapa saja, tidak hanya oleh guru. Anak-anak dapat mendapatkan informasi dari internet melalui gadget yang mereka miliki. Anak-anak kini belajar kepada internet.
Penulis tidak sedang menolak perubahan dan kemajuan. Akan tetapi sedang mengungkapkan betapa bimbingan orang tua sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai Islam sebagai landasan akhlak. Internet memiliki banyak manfaat bagi kehidupan. Namun, apabila anak dibiarkan beraktifitas di dalamnya tanpa bimbingan akan menyebabkan anak terobang ambing dengan informasi yang mereka dapatkan.
Internalisasi Nilai-Nilai Islam dalam Membentuk Akhlak Generasi Muda
Tidak hanya fenomena perilaku seks di luar nikah sebagaimana disampaikan oleh kepala BKKBN, akhlak generasi muda di intertet menempati peringkat terendah se Asia Tenggara. Hal ini sebagaimana dirilis oleh Digital Civility Index (DCI). DCI mengukur indeks kesopanan digital seluruh pengguna internet di dunia saat melakukan aktifitas di internet. Faktor yang mempengaruhi buruknya kesopanan digital warganet Indonesia saat beraktifitas di media sosial ada tiga. Pertama adalah hoax dan penipuan. Kedua, ujaran kebencian. Ketiga diskriminasi.
Peraturan dan sanksi tidak selalu berhasil dalam mendidik dan membentuk berakhlak generasi muda. Orang tua dan guru tidak selalu mampu hadir untuk menjaga anak-anak mereka seharian penuh. Oleh karena itu, Langkah yang perlu dilakukan dalam membentuk akhlak generasi muda adalah dengan cara internalisasi nilai-nilai Islam.
Langkah tersebut akan membentuk kesadaran pada diri. Sehingga yang akan membimbing generasi muda untuk berakhlak adalah kesadaran tersebut.
Ada tiga tahapan dalam internalisasi nilai-nilai Islam pada diri generasi muda. Pertama, mengetahui (knowling). Pada tahap ini peran orang tua dan guru sangat penting dalam mengupayakan agar generasi muda memahami nilai-nilai Islam. Nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan dalam Islam perlu dipahami oleh mereka. Prinsip-prinsip Syahadat, mengenai komitmen, Shalat mengenai disiplin, puasa mengenai kesederhanaan, zakar mengenai berbagi dan bergotong royong dan ibadah haji tentang pensucian.
Kedua, melaksanakan yang diketahui (Doing). Nilai-nilai Islam tersebut selanjutkan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Generasi kita perlu dibiasakan memegang teguh prinsip kebenaran, kebaikan dan keindahan Islam. Mereka harus sudah terbiasa memiliki komitmen, disiplin, hidup sederhana, berbagi dan melakukan penyucian diri dari perilaku tercela.
Ketiga, menjadi seperti yang diketahui (Being). Pada tahap ini, generasi muda sudah terbentuk menjadi pribadi baru sesuai dengan pengetahuan yang mereka ketahui. Pengetahuan mengenai nilai-nilai Islam sudah mandarah daging membentuk akhlak mulia. Sehingga saat ia hendak melakukan perilaku tercela. Ia akan ditegur oleh dirinya sendiri. Semoga Generasi kita memiliki akhlak mulia. Sehingga Indonesia menjadi negara berperadaban.
Penulis: Nining Andriani, S.Pd.I.